Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Ketua P2G Sumut "Hari Guru Nasional Jangan Dibelokkan Menjadi Perayaan HUT Organisasi Profesi Tertentu"

Selasa, 25 November 2025 | November 25, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-11-25T04:16:17Z

Oleh: Jatmiko, S.Pd - Ketua P2G Sumut

88News.id: Hari Guru Nasional (HGN) merupakan momentum nasional untuk menghormati jasa, pengabdian, dan peran strategis guru dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Ia bukan sekadar tanggal seremonial, melainkan ruang refleksi kolektif untuk menilai sejauh mana negara dan masyarakat telah benar-benar memuliakan profesi guru secara substantif.


Namun sangat disayangkan, dalam praktiknya, Hari Guru Nasional kerap mengalami pergeseran makna. Alih-alih menjadi milik seluruh guru Indonesia, peringatan ini justru sering dibingkai seolah sebagai perayaan ulang tahun organisasi profesi tertentu. Fenomena ini bukan hanya keliru secara etika publik, tetapi juga berpotensi mencederai spirit kebersamaan dan keadilan dalam dunia pendidikan.


Hari Guru Nasional Bukan Milik Organisasi

Guru di Indonesia berasal dari beragam latar belakang organisasi, bahkan tidak sedikit yang memilih berdiri independen di luar organisasi profesi mana pun. Maka, menjadikan HGN sebagai milik satu organisasi profesi tertentu sama saja dengan menyingkirkan ribuan guru lain dari momentum yang seharusnya inklusif dan universal.


Lebih ironis lagi, simbol-simbol organisasi kerap mendominasi perayaan HGN di ruang publik: dari atribut, baliho, hingga narasi resmi penyelenggara. Akibatnya, Hari Guru kehilangan ruh kebangsaannya dan berubah menjadi panggung legitimasi simbolik yang sempit.


Semua pemangku kepentingan — pemerintah daerah, sekolah, dinas pendidikan, dan lembaga negara — harus menyadari bahwa peringatan HGN bukanlah ruang untuk merayakan HUT organisasi profesi guru tertentu, melainkan momen untuk menghormati seluruh guru tanpa diskriminasi struktural maupun identitas kelembagaan.


Organisasi Profesi Diakui Negara, Tapi Tidak Boleh Memonopoli Profesi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara tegas mengatur keberadaan organisasi profesi guru. Dalam Pasal 41 disebutkan bahwa guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen, dan organisasi tersebut berfungsi untuk meningkatkan profesionalisme, melindungi profesi, serta menegakkan kode etik.


Artinya, negara mengakui keberadaan organisasi profesi guru sebagai mitra strategis dalam pengembangan mutu pendidikan. Namun pengakuan ini bukan berarti satu organisasi memiliki hak eksklusif untuk mewakili seluruh guru Indonesia, apalagi menjadikan Hari Guru Nasional sebagai milik institusionalnya.


Organisasi profesi hadir untuk memperkuat guru, bukan mengklaim guru. Mereka menjadi wadah aspirasi, bukan alat dominasi simbolik atas profesi yang sejatinya bersifat kolektif dan plural.


Bahaya Pengaburan Makna Hari Guru

Jika Hari Guru Nasional terus digeser menjadi panggung perayaan organisasi tertentu, maka beberapa dampak serius akan muncul:


Pertama, hilangnya rasa kepemilikan kolektif guru terhadap HGN. Guru yang tidak tergabung atau berbeda organisasi akan merasa tidak terwakili.


Kedua, pengaburan substansi Hari Guru itu sendiri. Seharusnya HGN menjadi ruang refleksi kritis atas persoalan kesejahteraan guru, beban administrasi, kriminalisasi pendidik, hingga ketimpangan mutu pendidikan antarwilayah. Namun semua ini tertutup oleh hiruk-pikuk seremoni.


Ketiga, potensi politisasi profesi guru. Momentum HGN bisa dimanfaatkan untuk memperkuat posisi struktural organisasi tertentu di hadapan pemerintah, bukan untuk memperjuangkan kepentingan riil para guru di kelas.


Seruan Moral untuk Semua Pihak

Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan bertindak dewasa dan beradab dalam memaknai Hari Guru Nasional.


Pemerintah harus memastikan peringatan HGN bebas dari dominasi simbol organisasi tertentu dan tetap berdiri sebagai peristiwa nasional yang inklusif.


Organisasi profesi guru harus menahan diri untuk tidak menjadikan HGN sebagai ruang branding kelembagaan, melainkan berkontribusi secara kolektif dalam semangat kebersamaan profesi.


Sekolah dan dinas pendidikan wajib menjaga netralitas dan tidak menggiring kegiatan HGN pada glorifikasi satu organisasi saja.


Hari Guru Nasional bukan milik satu organisasi. Ia adalah milik setiap guru yang setiap hari berdiri di depan kelas, membimbing dengan nurani, dan mendidik dengan penuh pengabdian, meski sering diabaikan negara dalam hal kesejahteraan dan perlindungan hukum.


Menghormati guru berarti menjaga marwah profesinya, bukan mengeksploitasi momentumnya untuk kepentingan simbolik yang sempit. Dan menjaga marwah HGN adalah tanggung jawab kita bersama, agar ia tetap menjadi ruang penghormatan sejati bagi seluruh guru Indonesia, tanpa sekat, tanpa klaim, dan tanpa monopoli.

×
Berita Terbaru Update