Medan | 88news.id : Terkait penjualan lahan PTPN yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumut, Presiden Prabowo Subianto diminta segera memerintahkan Menteri Agraria dan jajarannya Kakan Pertanahan Wilayah Sumut dan Kakan Pertanahan Kabupaten Langkat, Binjai dan Deli Serdang serta kabupaten lain di Sumut Konsisten melaksanakan ketentuan ketentuan UU Pokok Agraria dan Peraturan Peraturan turunannya, menata menertibkan penggunaan tanah oleh Perkebunan Negara (BUMN) dan perkebunan swasta ,,
HIPAKAD'63 (Himpunan Putera Puteri Keluarga Angkatan Darat) Sumut telah melakukan investigasi dan mengatakan banyak penyimpangan yang bernuansa korupsi serta merugikan rakyat di Sumut yang terkesan bahwa rakyat di daerah dijajah penguasa pusat.
Edi Susanto, Amd Ketua Hipakad'63 Sumut mengatakan banyak penyimpangan yang di temukan oleh rekan-rekan di lapangan saat melakukan investigasi.
"Hipakad 63 telah menerjunkan tim untuk melakukan investigasi, dan kami banyak menemukan berbagai penyimpangan. Adapun temuan tersebut seperti pihak PTPN 2 menggunakan tanah meng KSO (Kerja Sama Operasional-red.) tanah pada pihak ketiga seluas puluhan ribu hektar tanpa proses tender, padahal hasil sewa melebihi 200 juta an tentunya, menurut ketentuan pengadaan barang dan jasa seharusnya dilakukan dengan terbuka dan proses tender. Ucap Edy Susanto, A.md pada Jumat (31/10/25) sore di Bandara Kualanamu saat hendak bertolak ke jakarta.
Edy Susanto juga mengatakan bahwa pihak perkebunan menggunakan tanah tidak sesuai dengan izin bahkan dialihkan pada pengembang, dimana jika HGU Perkebunan tidak lagi sesuai dengan Tata Ruang Wilayah dan tidak lagi ada HGU-nya maka seharusnya pihak perkebunan menyerahkan tanah pada negara sesuai dengan PP 40 Tahun 1996 Tentang HGU.
Pihak perkebunan dan jajaran Badan Pertanahan Provinsi Sumut atau Kabupaten Langkat Binjai dan Deli Serdang berkolaborasi dimana telah dengan sengaja membiarkan pihak Perkebunan menggunakan tanah puluhan tahun dengan menggunakan Sertifikat HGU aspal (cacat) atau bahkan tanpa Sertifikat HGU dan dengan tipu muslihat maupun kekerasan menghancurkan tanah sawah, ladang serta hunian rakyat yang memiliki Alas Hak atas Tanah atau sudah memproduktifkan tanah puluhan tahun.
Lalu dengan berbagai dalih atas Permohonan rakyat yang meminta penetapan batas batas atas tanah rakyat yang punya Alas Hak pun tidak di hiraukan dengan sejuta alasan oleh Jajaran Kantor Pertanahan Provinsi Sumut maupun Kantor Pertanahan di beberapa Kabupaten seperti Langkat, Binjai dan Deli Serdang lanjut orang nomor satu di HIPAKAD 63 Sumut itu.
Tak hanya itu, tim investigasi HIPAKAD'63 juga menemukan banyak pelanggar HAM dan indikasi dugaan peristiwa tindakan pidana dengan cara mengusir , merusak hunian warga, melakukan kekerasan fisik agar dapat merampok tanah sawah, ladang yang dilakukan secara kolaborasi oleh pihak Kantor Wilayah pertanahan Sumut dan Kantor Pertanahan di Kabupaten serta pihak perkebunan dengan melibatkan aparatur negara menggunakan seragam dan senjata lengkap layaknya sedang menghadapi OPM (Organisasi Papua Merdeka-red.) dengan dalih kepentingan Negara dengan memberikan Tali Asih seolah-olah jadi dermawan dan manusiawi, baik hati Atas dasar modal tanpa Sertifikat HGU atau dengan Sertifikat HGU nya aspal (cacat) tak sesuai dengan pasal 1868 KUH perdata YO peraturan Menteri Negara Agraria nomor 3 tahun 1997 tentang peraturan pelaksana PP nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah atas Pengaduan Masyarakat ke Kantor Pertanahan Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten, atas Penggunaan Sertifikat HGU ASPAL itu TIDAK DITINDAK/ Di CABUT Sertifikat HGU ASPAL tersebut oleh Kantor Pertanahan. Hal ini bisa Kita lihat Penggunaan Sertifikat HGU ASPAL nomor 109 di Desa Mulio Rejo Kec. Sunggal oleh Pihak PTPN 2 / PTPN 1 yang di gunakan Pihak PTPN untuk merusak merampas membongkar tanah sawah, ladang dan hunian warga, lanjut Edy Susanto yang juga aktif sebagai aktivis agraria.
Tak hanya sampai disitu, Edy juga mengatakan bahwa rakyat di posisikan sebagai kriminal, pelanggar, penggarap dan melakukan perbuatan melawan hukum, walau azas pendaftaran tanah di PP 24 tahun 1997 pasal 2 dan 3 bahwa pendaftaran tanah sederhana aman dan transparan juga terbuka dan Kantor BPN berkewajiban memberikan informasi pada rakyat yang berkepentingan, namun hal itu di abaikan, perlakuan sewenang-wenang sudah selalu di alami rakyat. Di pasal 17 PP 24 tahun 1997 tertera pendaftaran tanah juga mengatur agar terbuka dan ada kesepakatan dalam penentuan batas-batas tanah dan bukan main gebuk main bakar hunian rakyat, ucap Edy dengan nada berang.
Adanya temuan-temuan kami ini HIPAKAD'63 Sumut meminta presiden Prabowo Subianto dan Menteri Agraria serta jajaran agar segera kiranya melakukan pembenahan di instansi Kantor pertanahan di provinsi Sumut khususnya di kabupaten Langkat, Binjai, Deli Serdang dan Kabupaten lainnya, karena sudah puluhan tahun Rakyat diperlakukan tidak manusia, di kriminalisasi, dan selalu diposisikan sebagai pelaku kriminal dan pengemis.
Ya serasa penguasa Jakarta itu dengan perpanjangan tangan kekuasaan Instansi Vertikal yang ada di daerah yang membuat rakyat masih di bawah bayang-bayang penjajahan,hanya saja bukan lagi Belanda tapi Penjajahan Jakarta dan konglomerat pada rakyat di daerah.
HIPAKAD'63 Sumut juga meminta agar menindak tegas Jajaran Instansi Vertikal dalam hal ini Jajaran PTPN 2 yang menindas rakyat menggunakan Sertifikat HGU ASPAL, dan menindak Jajaran aparatur kantor pertanahan di provinsi Sumut dan Kabupaten yang tidak mengawasi pelayanan pendaftaran tanah yang terbuka transparan bagi rakyat agar terhindari informasi sesat untuk untuk melancarkan penindasan rakyat, tutup Edy Susanto, Amd. (Red/tim).
