Tebing Tinggi | 88News.id: Akhir tahun di Kota Tebingtinggi kembali diwarnai sorotan publik terhadap integritas birokrasi. Tiga kasus korupsi yang menyeret pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) membuat kepercayaan masyarakat terguncang. Deretan kasus tersebut menjadi sinyal bahwa tata kelola anggaran daerah masih menyimpan banyak celah penyimpangan.
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tebing Tinggi menilai ini bukan sekadar rangkaian peristiwa hukum, tetapi gambaran serius tentang lemahnya kontrol dan komitmen antikorupsi di tubuh pemerintahan daerah. Organisasi mahasiswa nasionalis itu memberi peringatan keras: pejabat publik harus bekerja jujur, transparan, dan akuntabel.
“Bangkai yang disimpan pasti tercium baunya,” tegas Ketua DPC GMNI Tebing Tinggi, Rio Samuel Manurung.
Ia menyebut bahwa setiap tindakan korupsi, sekecil apa pun, pada akhirnya akan terungkap.
Mantan Kadis Pendidikan Ditahan dalam Kasus Smartboard Rp 6 Miliar. Kasus pertama yang mencuat adalah dugaan korupsi pengadaan 93 unit papan tulis interaktif (smartboard) untuk sekolah tingkat SMP. Mantan Kepala Dinas Pendidikan Tebingtinggi, Idam Khalid (IK), resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Proyek yang bernilai Rp 13 miliar ini diduga merugikan negara sekitar Rp 6 miliar, berdasarkan harga satuan barang yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar. Penyidik menduga terjadi rekayasa anggaran dan mark-up dalam proses pengadaan.
Kasus ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik: Bagaimana sistem pengawasan bisa lalai pada proyek pendidikan bernilai miliaran rupiah?
BPBD Terseret Kasus Dokumen Perencanaan “Abal-Abal” Rp 611 Juta
Kasus kedua terjadi di lingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Mantan Kepala BPBD bersama seorang Kepala Bidang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek 13 dokumen perencanaan yang dinilai tidak memiliki hasil nyata.
Proyek tahun anggaran 2021 tersebut disebut sebagai perencanaan fiktif dengan kerugian negara sekitar Rp 611 juta. Meski anggaran terserap, tidak ada dokumen pekerjaan yang layak ditemukan.
Kasus ini memunculkan ironi
Anggaran kebencanaan yang seharusnya menyelamatkan masyarakat justru diduga dinikmati secara pribadi.
Pejabat DLH Tersangka Penyelewengan BBM Subsidi Rp 300 Juta
Kasus ketiga melibatkan pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dengan dugaan penyimpangan penggunaan dana BBM subsidi dan pemeliharaan kendaraan operasional. Total anggaran kegiatan mencapai Rp 1,42 miliar.
1. data pembelian BBM melalui barcode kendaraan.
2. dengan laporan pertanggungjawaban (SPJ) di DLH
Selisih data tersebut mengindikasikan kerugian negara hingga Rp 300 juta.
Modus ini menegaskan bahwa pengawasan anggaran pada level operasional pun rentan diselewengkan.
GMNI: Alarm Keras Integritas Pemerintahan
• tahap perencanaan,
• pengadaan barang dan jasa,
• hingga pertanggungjawaban penggunaan dana.
“Anggaran publik harus digunakan untuk rakyat, bukan untuk memperkaya individu atau kelompok. Ini soal moral, bukan hanya soal hukum,” .
Rio Samuel manurung mengingatkan bahwa korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi merusak kepercayaan publik kepada pemerintah.
Desakan: Penindakan Tegas, Tanpa Tebang Pilih
• aliran dana,
• jaringan keterlibatan,
• dan pihak lain yang berpotensi terlibat.
“Penegakan hukum harus komprehensif, bukan simbolis,” tegas Rio.
Menurutnya, kejelasan proses hukum yang terbuka akan menjadi pelajaran penting bagi OPD lainnya agar tidak bermain-main dengan anggaran.
Ajakan Pengawasan Publik: Masyarakat Harus Terlibat
• pendidikan,
• kebencanaan,
• dan lingkungan hidup.
Ketiga sektor itu berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga penyimpangan anggaran akan berdampak luas.
“Jika publik aktif mengawasi, ruang penyimpangan semakin kecil,” ujar Rio.
Mereka menekankan transparansi laporan anggaran sebagai kunci pencegahan korupsi.
(Rif)
