Foto : SPBU 14.206.183 Simpang Rambung, Jalan Deblod Sundoro, Kelurahan Pasar Gambir, Kota Tebingtinggi
Tebing Tinggi | 88News.id: Kasus dugaan pelanggaran ketenagakerjaan di SPBU 14.206.183 Simpang Rambung, Jalan Deblod Sundoro, Kelurahan Pasar Gambir, Kota Tebingtinggi Kota kini berkembang menjadi sorotan publik.
Berawal dari nasib seorang karyawati muda, Indah Puspita Utami (24) putri dari Mas Poniman, yang kini mendekam di Lapas Wanita Tebing Tinggi, akhirnya menyingkap lemahnya sistem perlindungan pekerja dan dugaan manipulasi administrasi ketenagakerjaan di SPBU tersebut.
Indah sebelumnya bekerja di SPBU dengan upah sekitar di bawah UMR kota Tebingtinggi, tanpa jaminan sosial ketenagakerjaan (BPJS), dan kemudian mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Setelah itu dirinya ditangkap oleh aparat kepolisian di Kuala Bali, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai pada Sabtu malam (4/10/2025), lantaran dilaporkan pemilik SPBU dalam kasus penggelapan uang usaha SPBU itu.
Persoalan yang semula hanya dalam ranah penggelapan, Kini berkembang menjadi konflik yang lebih kompleks. Pihak keluarga Mas Poniman melaporkan pihak SPBU Simpang Rambung ke Dinas Tenaga Kerja Kota Tebingtinggi lantaran selama Indah pernah bekerja di SPBU itu, Hak Jaminan Perlindungan Pekerja untuk anaknya tidak pernah ada.
Pihak keluarga, melalui ayahnya Mas Poniman, menduga kuat adanya rekayasa administrasi dan manipulasi data ketenagakerjaan yang membuat posisi anaknya semakin terpojok secara hukum.
“Ini bukan hanya soal gaji atau PHK, tetapi soal hak dasar anak saya yang diabaikan. Administrasi kerja diduga dimanipulasi untuk menutupi kesalahan perusahaan,” tegas Mas Poniman kepada Wartawan 88News
Komisi III DPRD Tebing Tinggi Sidak ke SPBU Simpang Rambung
Menanggapi aduan keluarga dan laporan ke DPRD Kota Tebingtinggi, Komisi III DPRD Kota Tebing Tinggi yang membidangi ketenagakerjaan dan hukum turun tangan langsung.
Ketua Komisi III Andar Hutagalung, S.H., M.H., bersama Sekretarisnya Ogamota Hulu, S.H., M.H.,dan juga Kabid Ketenagakerjaan Pemko Tebingtinggi, Maniar Duma Ulina Silitonga, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi SPBU 14.206.183 simpang rambung, Senin 10/11/2025
Namun, kehadiran wakil rakyat dan perwakilan pemerintah kota tersebut tidak mendapat respon baik dari pihak manajemen SPBU. Tidak ada satu orang pun dari pihak pengusaha atau kuasa usahanya menerima kedatangan mereka untuk memberikan klarifikasi. Mereka hanya dilayani oleh seorang pengawas SPBU tanpa punya kapasitas memberikan keterangan.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada hal-hal yang sengaja ditutupi, terutama terkait status administrasi tenaga kerja dan hak-hak pekerja yang belum dipenuhi.
“Kami ingin mendengar langsung dari pihak pengusaha, tetapi sampai di SPBU ini pihak pengusaha SPBU tidak ada. Kami hanya jumpa dengan pengawasnya, yang setiap kali pertanyaan kami lontarkan soal hak jaminan pekerja dan izin-izin usaha SPBU ini, pengawas tidak bisa jawab", ujar Andar Hutagalung didampingi Ogamota Hulu di lokasi sidak.
Terkait kondisi itu, Andar berencana akan memanggil pihak pengelola SPBU atau Pemiliknya untuk RDP (Rapat Dengar Pendapat). "Persoalan ini nanti akan kami rapatkan di internal Komisi III dan selanjutnya mereka kami undang dalam RDP", katanya.
*Pihak Manajemen SPBU Mangkir dari Klarifikasi Disnaker*
Sebelumnya, Dinas Ketenagakerjaan Kota Tebing Tinggi sudah pernah menjadwalkan rapat klarifikasi pada pekan lalu, tepatnya Jumat (7/11/2025) untuk mempertemukan pihak manajemen SPBU dengan pelapor. Namun, pertemuan tersebut gagal dilaksanakan karena manajemen SPBU juga mangkir tanpa pemberitahuan resmi.
Kadis Ketenagakerjaan Zahidin, S.Pd., M.Pd., yang dimintai keterangannya menegaskan bahwa pihaknya akan menjadwalkan ulang pertemuan itu pada pekan mendatang dan meminta komitmen pengusaha SPBU Simpang Rambung untuk hadir.
“Kami ingin persoalan ini diselesaikan secara terbuka dan sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan. Tidak boleh ada pihak yang mengabaikan panggilan resmi pemerintah,” ujarnya.
Pengawasan Lemah, Pekerja Jadi Korban
Kasus SPBU Simpang Rambung kini menjadi simbol lemahnya penegakan aturan dan pengawasan ketenagakerjaan di sektor swasta.
Padahal, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS dengan jelas sudah mewajibkan perusahaan untuk menjamin hak setiap pekerja atas upah layak, jaminan sosial, dan perlakuan adil.
Namun di lapangan, banyak perusahaan justru mengabaikan kewajiban itu tanpa sanksi tegas. Kasus Indah Puspita Utami menjadi potret nyata bagaimana ketimpangan kekuasaan antara pekerja dan pengusaha masih sangat besar, dimana pekerja kerap menjadi korban dari sistem yang tidak berpihak.
“Negara tidak boleh menutup mata. Kasus ini bukan hanya tentang satu pekerja, tapi tentang keadilan bagi ribuan pekerja lain, yang masih bekerja tanpa perlindungan,”
Ujar R. Manurung salah seorang pengamat ketenagakerjaan menanggapi kasus tersebut.
R. Manurung juga menjelaskan bahwa Kasus SPBU Simpang Rambung kini tidak lagi sekedar soal hubungan kerja antara perusahaan dan karyawan. Tapi menjadi cermin sosial tentang bagaimana perlindungan pekerja masih rapuh, pengawasan pemerintah masih lemah, dan kepatuhan hukum oleh dunia usaha masih sebatas formalitas.
"Selama pengusaha masih bisa mangkir, maka hak-hak pekerja akan terus menjadi korban yang tidak pernah benar-benar dilindungi", tegasnya.
(Dwan Manu)
