Foto: M.Ardiansyah Hasibuan,SH.,MH., CPCLE.,C.Me.,CTA. Praktisi Hukum pada Kantor Hukum MAH & Rekan, Pembina YLBH Medan Delapan Delapan, dan CEO 88Group Media Official
Deli Serdang | 88News.id: Aksi pembongkaran lapak pedagang dan bangunan permanen serta semi permanen di kawasan Pasar 3 Desa Tembung, Jalan Datuk Kabu, Kabupaten Deli Serdang yang dilakukan Pemerintah Kecamatan Percut Sei Tuan pada Jumat (14/11/2025) menuai perhatian publik. Namun dari perspektif hukum, tindakan penertiban tersebut dinilai telah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Praktisi hukum M. Ardiansyah Hasibuan, SH., MH., CPCLE., C.Me, CTA, memberikan pandangan hukum komprehensif terkait pembongkaran tersebut. Menurutnya, pembangunan pasar yang berdiri di atas drainase dan badan jalan sejak awal telah melanggar berbagai ketentuan hukum yang berlaku.
"Penertiban yang dilakukan oleh Tim Gabungan Satuan Polisi Pamong Praja dan instansi terkait di Jalan Datuk Kabu ini sudah tepat dan sesuai dengan prosedur hukum administrasi negara. Pembangunan bangunan di atas drainase dan badan jalan merupakan pelanggaran hukum yang nyata," tegas Ardiansyah.
Dasar Hukum Penertiban
Menurut Ardiansyah, ada beberapa aspek hukum yang menjadi landasan kuat untuk melakukan pembongkaran tersebut.
Pertama, bangunan yang berdiri di atas drainase dan badan jalan melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Dalam undang-undang tersebut, badan jalan dan drainase merupakan bagian dari Ruang Milik Jalan (Rumija) yang tidak boleh digunakan untuk kepentingan selain peruntukan jalan.
"Drainase atau saluran air adalah bagian dari sistem jalan yang berfungsi vital untuk mengalirkan air hujan. Membangun di atas drainase sama saja dengan menghalangi fungsi tersebut dan berpotensi menimbulkan banjir," jelasnya.
Kedua, pembangunan tersebut juga melanggar Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Setiap bangunan, apalagi yang bersifat permanen dan semi permanen untuk kegiatan komersial, wajib memiliki izin yang sesuai dengan peruntukannya.
"Tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sah atau membangun di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya, maka bangunan tersebut dapat dikategorikan sebagai bangunan ilegal yang dapat ditertibkan oleh pemerintah daerah," tambahnya.
Prosedur Hukum Telah Ditempuh dengan Benar
Ardiansyah menekankan bahwa pembongkaran tidak dilakukan secara sewenang-wenang atau tanpa prosedur. Berdasarkan informasi yang ada, Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Kecamatan Percut Sei Tuan, Harun Indra Mulia, SE, telah memberikan surat pemberitahuan kepada para pedagang yang berjualan di atas drainase dan jalan umum untuk melakukan pembongkaran sendiri.
"Dalam hukum administrasi negara, pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan penertiban terhadap bangunan yang melanggar aturan. Namun, kewenangan ini harus dilaksanakan dengan mengikuti asas-asas umum pemerintahan yang baik, termasuk memberikan kesempatan kepada pihak yang bersangkutan untuk membongkar sendiri atau membela diri," papar Ardiansyah.
Fakta bahwa pemerintah kecamatan telah memberikan surat pemberitahuan terlebih dahulu menunjukkan bahwa prosedur hukum telah ditempuh dengan benar. Ketika tidak ada respons dari para pedagang hingga hari pelaksanaan penertiban, maka tindakan pembongkaran oleh pemerintah menjadi sah menurut hukum.
Kepentingan Umum di Atas Kepentingan Pribadi
Praktisi hukum yang juga bersertifikasi sebagai mediator ini menjelaskan bahwa penertiban dilakukan berdasarkan prinsip hukum "kepentingan umum harus didahulukan dari kepentingan pribadi atau kelompok".
"Berdasarkan berita yang ada, penertiban ini dilakukan atas aduan masyarakat yang keberatan karena sering terjadi banjir sampai ke rumah warga, dan juga banyaknya sampah di dalam parit. Ini menunjukkan bahwa bangunan-bangunan tersebut telah mengganggu kepentingan umum yang lebih luas," jelasnya.
Ardiansyah menambahkan, drainase yang tersumbat akibat bangunan dan sampah dapat menyebabkan genangan air bahkan banjir, yang pada akhirnya merugikan banyak warga. Oleh karena itu, normalisasi saluran air menjadi kebutuhan mendesak demi kepentingan umum.
"Dalam kondisi seperti ini, pemerintah daerah tidak hanya berhak tetapi juga berkewajiban untuk melakukan penertiban demi melindungi kepentingan masyarakat luas," tegasnya.
Prinsip Tidak Pandang Bulu Harus Konsisten
Salah satu hal yang diapresiasi Ardiansyah adalah komitmen Kepala Seksi Ketentraman dan Ketertiban Kecamatan Percut Sei Tuan yang menyatakan bahwa penertiban akan dilakukan tanpa pandang bulu, tidak terkecuali terhadap bangunan permanen yang diduga milik perangkat desa.
"Pernyataan 'Semua bangunan yang berdiri di atas parit nanti akan dibongkar Satpol PP, tidak terkecuali' harus diapresiasi dan dilaksanakan secara konsisten. Ini menunjukkan penerapan prinsip keadilan dan equality before the law, di mana semua orang sama di hadapan hukum," ujar Ardiansyah.
Ia menambahkan, jika memang ada bangunan permanen milik pejabat atau perangkat desa yang juga berdiri di atas drainase, maka harus diperlakukan sama dengan bangunan lainnya. Tidak boleh ada pengecualian atau diskriminasi dalam penegakan hukum.
"Konsistensi adalah kunci dalam penegakan hukum. Jangan sampai ada kesan tebang pilih atau diskriminasi. Semua pelanggar harus diperlakukan sama, apakah itu pedagang kecil atau pejabat. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap supremasi hukum," tegasnya.
Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kecil
Meski pembongkaran dinilai sah secara hukum, Ardiansyah mengingatkan bahwa pemerintah daerah juga memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memberikan solusi alternatif kepada para pedagang yang terdampak.
"Pedagang kecil yang kehilangan tempat berjualan akibat pembongkaran ini juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan. Mereka adalah warga negara yang mencari nafkah secara halal, meskipun caranya melanggar aturan," ujarnya.
Ardiansyah menyarankan agar pemerintah daerah dapat menyediakan lokasi relokasi yang layak bagi para pedagang, atau minimal memberikan pendampingan untuk mendapatkan tempat berjualan yang legal.
"Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga soal kemanusiaan dan kesejahteraan sosial. Pemerintah harus mampu menyeimbangkan antara penegakan hukum dengan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi masyarakat kecil," tambahnya.
Pentingnya Edukasi Hukum kepada Masyarakat
Kasus pembongkaran di Pasar 3 Tembung ini, menurut Ardiansyah, harus dijadikan momentum untuk meningkatkan edukasi hukum kepada masyarakat, khususnya terkait perizinan bangunan dan tata ruang.
"Banyak masyarakat yang tidak memahami bahwa membangun di atas drainase atau badan jalan itu melanggar hukum. Mereka membangun karena kebutuhan, tanpa menyadari konsekuensi hukumnya," ungkapnya.
Ia menyarankan agar pemerintah daerah lebih aktif melakukan sosialisasi tentang peraturan terkait bangunan, izin usaha, dan tata ruang. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat diharapkan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.
"Pencegahan lebih baik daripada penertiban. Dengan edukasi yang baik, masyarakat akan lebih aware dan tidak akan membangun di tempat-tempat yang melanggar aturan," paparnya.
Apresiasi untuk Penegakan Hukum yang Konsisten
Ardiansyah mengapresiasi langkah Pemerintah Kecamatan Percut Sei Tuan yang berani melakukan penertiban meskipun mungkin akan mendapat resistensi dari berbagai pihak.
"Penegakan hukum memang tidak selalu populer, tetapi itu adalah kewajiban pemerintah. Saya mengapresiasi keberanian dan komitmen pemerintah kecamatan untuk menertibkan bangunan-bangunan ilegal demi kepentingan umum," ujarnya.
Ia berharap agar momentum ini dapat dilanjutkan dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap perizinan bangunan di masa depan, sehingga tidak terjadi lagi pelanggaran serupa.
"Yang penting sekarang adalah konsistensi. Jangan sampai setelah ini ada lagi bangunan-bangunan baru yang dibangun di lokasi yang sama atau lokasi lain yang melanggar aturan. Harus ada sistem pengawasan yang ketat," tegasnya.
Pesan untuk Masyarakat dan Pemerintah
Menutup pandangannya, Ardiansyah menyampaikan beberapa pesan penting baik untuk masyarakat maupun pemerintah daerah.
Kepada masyarakat, ia berpesan: "Sebelum membangun, baik untuk tempat tinggal maupun usaha, pastikan semua izin dan persyaratan hukum telah dipenuhi. Jangan sampai sudah mengeluarkan biaya besar, namun pada akhirnya bangunan harus dibongkar karena melanggar hukum. Konsultasikan terlebih dahulu dengan pihak terkait."
Sedangkan kepada pemerintah daerah, Ardiansyah mengingatkan: "Penegakan hukum harus dilakukan secara konsisten, adil, dan tidak diskriminatif. Jangan ada tebang pilih. Semua pelanggar harus diperlakukan sama. Di sisi lain, jangan lupa untuk memberikan solusi alternatif kepada masyarakat kecil yang terdampak. Penegakan hukum harus dibarengi dengan kepedulian sosial."
Kasus pembongkaran Pasar 3 Desa Tembung ini diharapkan dapat menjadi preseden baik bagi daerah lain dalam menegakkan supremasi hukum, khususnya dalam hal penataan ruang dan perizinan bangunan. Dengan penegakan hukum yang konsisten dan adil, ditambah dengan pendekatan yang humanis terhadap masyarakat kecil, diharapkan akan tercipta tata ruang yang tertib dan masyarakat yang sejahtera.
(Arm)
