Penerapan konsep Ekonomi Sirkular di Indonesia menjadi salah satu strategi penting untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji implementasi CE di Indonesia serta implikasinya terhadap pencapaian SDGs. Melalui pendekatan deskriptif-analitis berbasis literatur terkini, ditemukan bahwa penerapan masih bersifat parsial dan sektoral, namun mulai menunjukkan perkembangan positif pada sektor industri, pertanian, dan produk kecantikan berkelanjutan. Ekonomi Sirkular memiliki potensi besar dalam mengurangi limbah, meningkatkan efisiensi sumber daya, serta menciptakan nilai ekonomi baru melalui inovasi berkelanjutan.
Latar belakang munculnya konsep Ekonomi Sirkular disebabkan karena praktek ekonomi linier atau ekonomi tradisonal yang berbasis pada pola ambi-buat-buang (take-make-dispose) menyebabkan eksploitasi sumberdaya yang berlebihan, peningkatan limbah dan polusi, kerusakan lingkungan serta krisis keberlanjutan ekonomi dan sosial. Sebagai respon, muncul kesadaran global bahwa sumber daya bumi terbatas, sementara kebutuhan manusia terus meningkat. Maka dibutuhkan sistem ekonomi baru yang lebih efisien, berkelanjutan, dan regeneratif, yaitu ekonomi sirkular (circular economy).
Ekonomi sirkular mengusung paradigma baru yang dikenal dengan 3R yaitu reduce, reuse, recycle, Ekonomi sirkuler merupakan model ekonomi yang berupaya untuk memperpanjang siklus hidup produk dan bahan baku dengan mendorong penggunaan kembali (reuse), mendaur ulang limbah (recycle) dan regenerasi sumber daya (reduce). Penerapan model ekonomi ini tidak hanya bermanfaat menjaga kelestarian lingkungaan, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru melalui inovasi teknoogi serta mampu mendorong penghematan biaya produksi melalui effisiensi penggunaan sumber daya dan penggunaan teknologi.
Ekonomi sirkular sebagai sistem di mana bahan tidak menjadi limbah dan alam meregenerasi mereka. Dalam ekonomi sirkular, barang dan jasa terus beredar melalui proses seperti pemeliharaan, penggunaan kembali, perbaikan, pembuatan ulang, daur ulang, dan pengomposan. Ekonomi sirkular menghindari konsumsi sumber daya yang terbatas untuk mengatasi perubahan iklim dan masalah global lainnya seperti polusi, keanekaragaman hayati, dan limbah. Konsep ini memberikan sebuah perspektif pengelolaan alam yang regeneratif di mana material yang diproduksi dan dikonsumsi tidak akan pernah terbuang.
Implementasi ekonomi sirkular telah didorong melalui Sustainable Development Goals (SDGs) pada Tujuan 12 Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab. Dari sisi produksi, produk dirancang agar tahan lama, mudah diperbaiki, dan dapat didaur ulang. Desain yang berkelanjutan memastikan bahwa produk memiliki siklus hidup yang lebih panjang dan dapat diolah kembali menjadi produk baru setelah mencapai akhir masa pakainya. Dari sisi konsumsi, ekonomi sirkular mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat. Konsumen didorong untuk memilih produk yang ramah lingkungan dan menggunakan produk agar dapat memiliki siklus hidup yang lebih panjang. Ekonomi sirkular dapat mengoptimalkan penggunaan material yang menerus pada seluruh value chain sehingga mengurangi timbulan sampah dan polusi
Namun perkembangannya di Indonesia masih belum maksimal. Pada tahun 2015-2019
Munculnya berbagai eksperimen & inisiatif lokal: periode ini ditandai munculnya proyek percontohan (bank sampah, program daur ulang komunitas, startup pengelolaan sampah) dan riset akademik tentang potensi ekonomi sirkular di sektor seperti pertanian, tekstil, dan plastik. Implementasi masih fragmentaris dan dipimpin NGO, akademia, dan beberapa korporasi pionir. seperti perusahaan The Bath Box (TBB) berdiri tahun 2013 Berkontribusi mengurangi limbah plastik dengan program The Bottle Bank. Kemudian · Johson& Jonhson (JJ) melalui program “Acuvue Contact Lens Recycling yang telah mendaur ulang lebih dari 30 juta lensa kontak sejak 2019.
Pada tahun 2020-2022, Ekonomi Sirkular masuk ke agenda nasional melalui integrasi konsep green economy pada perencanaan pembangunan; digitalisasi layanan pengelolaan sampah (platform pengumpulan/daur ulang) mulai berkembang. Perusahaan besar mulai memasukkan target kemasan berkelanjutan ke dalam strategi mereka. Beberapa inisiatif telah muncul, seperti program Extended Producer Responsibility (EPR) di sektor plastik, pengembangan energi terbarukan dari biomassa, dan peningkatan efisiensi energi di sektor manufaktur . Dan pada tahun 2023-2025, Roadmap dan upaya koordinasi nasional: Pemerintah menyusun dan mempublikasikan roadmap/aksi nasional Ekonomi Sirkular (roadmap 2025–2045) dan mulai merumuskan indikator pemantauan kolaborasi pemerintah-swasta-donor mulai menguat, serta munculnya lebih banyak model bisnis Ekonomi Sirkular skala komersial yang ditandai dengan munculnya beberapa star up lokal seperti Rekosistem dan Waste4 Change yang mendukung ekonomi sirkular di Indonesia
Tantangan terbesar dalam implementasi Ekonomi Sirkular di Indonesia adalah rendahnya literasi lingkungan, kurangnya kesadaran para pelaku industry, regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung serta keterbatasan pembiayaan dan teknologi.
Agar implementasi Ekonomi Sirkular berjalan secara maksimal, maka dibutuhkan sinergitas antara pemerintah, pihak swasta (dunia usaha), akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, LSM serta mitra Pembangunan dapat bekerjasama agar konsep ekonomi Sirkular yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mengurangi limbah, dan menciptakan efisiensi di setiap tahap siklus produksi.
