-->

Notification

×

Iklan

Indeks Berita

Ketua BEM FH UISU Desak Kajati Sumut Audit Aplikasi Webgis Desa Diduga Fiktif Kabupaten Asahan

Minggu, 27 Juli 2025 | Juli 27, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-27T08:06:13Z

  



Medan |   88News.id  : Tim gabungan Investigasi dari awak media dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (BEM FH UISU) menemukan dugaan kuat adanya proyek fiktif terkait pengadaan aplikasi WebGIS peta desa, di 177 desa di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara dari data yang dimiliki. Investigasi ini dilakukan secara yuridis empiris dengan mengambil sampel awal pada dua desa di Kecamatan Tanjung Balai, Rabu (23/07/2025).


Dari hasil penelusuran, terungkap bahwa program tersebut merupakan satu paket yang terdiri dari lima item, yakni  pembuatan aplikasi WebGIS peta desa, peta desa, neonbox, plank desa, serta pelatihan operator dan sekretaris desa. Dari kelima item tersebut, pengadaan aplikasi WebGIS desa menjadi komponen dengan biaya tertinggi, mencapai Rp6.500.000 per desa. Adapun anggaran yang digunakan untuk seluruh item mencapai belasan juta rupiah sekitar per desa, bersumber dari Dana Desa (ADD).


“Pelatihan WebGIS dilakukan pada Maret 2024 di salah satu hotel di Kota Kisaran. Biaya terbesar ada di pengembangan aplikasi WebGIS. Bahkan hingga kini, masih ada ratusan juta rupiah yang belum dibayarkan. Upaya penagihan terus dilakukan, namun belum ada kejelasan. Informasi terakhir, sisa pembayaran akan dianggarkan tahun depan,” ujar sumber


Investigasi lanjutan di Desa Asahan Mati, Kepala Desa JR Sibarani menyatakan tidak mengetahui rincian program WebGIS tersebut, karena yang mengikuti kegiatan adalah sekretaris desa. Ketika dikonfirmasi lebih lanjut, Sekdes sedang berada di luar desa.


“Beberapa waktu lalu memang sempat dipanggil oleh Inspektorat dan Kejaksaan untuk memberikan penjelasan,” ucap JR Sibarani.


Sementara itu, di Desa Sei Apung, Sekretaris Desa dan Kaur Keuangan, Dahlina, membenarkan adanya alokasi anggaran untuk WebGIS desa. Namun, ia membantah bahwa desanya terlibat dalam kegiatan sosialisasi. Meski demikian, nama Desa Sei Apung tetap tercantum dalam daftar penerima program.


“Saya memang bendahara desa, tapi seluruh pengeluaran tetap atas perintah kepala desa dan dibuktikan dengan kuitansi. Uang bukan di tangan kami. Yang kelola langsung itu ya kades. Di Kecamatan Tanjung Balai memang hampir semua desa begitu. Padahal secara aturan, kades tidak boleh mengelola dana desa secara langsung,” ungkap Dahlina.


Tim kemudian mencoba menghubungi Muklis, sosok yang diduga berperan besar dalam pengadaan dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi WebGIS tersebut. Saat dihubungi, ia mengaku sedang berada di luar kota. Dalam keterangannya, Muklis menyebut bahwa Wakil Bupati Asahan telah menjembatani penyelesaian kekurangan pembayaran kepada pengembang aplikasi.Ketika ditanya mekanisme pembayaran aplikasi WebGIS desa Muklis Memilih bungkam.


“Memang ribet soal pembayaran ini. Sebagian belum dianggarkan. Soal mekanisme pembayaran pun saya tidak tahu pasti. Kita tunggu saja,” ujar Muklis singkat.


Selanjudnya, tim konfirmasi Wakil Bupati Asahan, Rianto, S.H., M.AP, melalui aplikasi WhatsApp. Namun, dalam pesan singkatnya, Wabup hanya menyampaikan bahwa dirinya sudah bertemu dengan pihak terkait.


“Kemarin sudah ketemu. Itu urusan dengan temannya (sumber)” tulisnya singkat pada Selasa (22/07/25).


Seterusnya, Tim investigasi ke kantor Inspektorat Kabupaten Asahan untuk menggali informasi lebih lanjut. Sekretaris Inspektorat, Abd Rahman, SP mengaku belum mengetahui secara spesifik kegiatan tersebut.


“Selama ini belum ada laporan masuk, jadi belum ditindak lanjuti. Tapi memang dari hasil pemeriksaan, ada kegiatan seperti ini. Pemeriksaan kami bukan fokus pada pengadaan, melainkan pada pengelolaan dana desa. Kalau terbukti ada temuan, maka akan diberi waktu 60 hari untuk pengembalian dana,” jelas Rahman.


Menanggapi temuan tersebut, Ketua BEM FH UISU Rido Hamza Saragih melalui Wakil Ketua, A. Panjaitan, meminta seluruh kepala desa di Kabupaten Asahan untuk lebih transparan.


“Dana desa itu milik masyarakat. Kalau dikelola secara pribadi oleh kepala desa, sangat rawan disalah gunakan. Harus ada papan informasi publik di setiap desa agar masyarakat tahu ke mana uang desa dialokasikan, kami juga meminta Kepala Kajati Sumut supaya melakukan Audit pendanaan pembuatan aplikasi WebGIS desa itu” ujar A. Panjaitan.


Ia juga menegaskan, permasalahan sebenarnya bukan hanya soal peta desa, tapi khusus pada aplikasi WebGIS yang menjadi bagian dari paket pengadaan. Ketua BEM FH UISU mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk segera memanggil pihak-pihak yang terlibat dan menyatakan siap memberikan data aplikasi WebGIS tersebut.


Dari sisi regulasi, pengelolaan keuangan desa telah diatur dalam PP No. 43 Tahun 2014 jo. PP No. 47 Tahun 2015, khususnya Pasal 48–52, yang menyatakan bahwa pengelolaan dilakukan oleh Perangkat Desa seperti Sekretaris Desa sebagai koordinator Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD) dan Kaur Keuangan sebagai bendahara. Kepala desa tidak dibenarkan mencairkan atau memegang dana desa secara langsung.


Selain itu, Permendagri No. 20 Tahun 2018 menegaskan bahwa pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif, tertib, dan disiplin anggaran. Meski kepala desa merupakan pemegang kekuasaan administrasi keuangan desa, pelaksana teknis tetap berada di tangan PPKD.


Apabila kepala desa terbukti melanggar aturan tersebut, khususnya jika mengelola langsung dana desa tanpa mekanisme resmi, maka dapat dijerat pidana berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, disertai denda. (tim/red)

×
Berita Terbaru Update