Medan | 88News.id: Terik matahari di Kota Medan siang itu tidak mampu meredam semangat puluhan mahasiswa dari Forum BEM Pemerhati Keadilan Sumatera Utara (FBPK Sumut).
Mereka berdiri berjejer di depan Kantor Dinas Kesehatan Kota Medan, membawa spanduk dan pengeras suara, menyuarakan tuntutan yang mereka yakini sebagai panggilan moral atas nasib pelayanan kesehatan di RSUD Bachtiar Djafar, Belawan.
Suasana sempat memanas. Saling adu argumen terjadi antara mahasiswa dengan perwakilan Dinas Kesehatan yang dijaga ketat oleh puluhan personel Polrestabes Medan.
Mahasiswa ngotot meminta Kepala Dinas Kesehatan, Yuda Pratiwi Setiawan, turun langsung menemui massa untuk memberikan penjelasan terkait dugaan persoalan akut di RSUD Bachtiar Djafar.
Dalam pernyataan resminya, Koordinator Aksi, Bukhori Sitorus, menegaskan bahwa persoalan rumah sakit itu bukan hanya soal teknis atau layanan medis semata.
“Ini sudah menjadi krisis multidimensi yang menyentuh hak asasi manusia, tanggung jawab negara, tata kelola pemerintahan, hingga integritas pengelolaan anggaran publik,” tegasnya.
Bukan tanpa dasar, mahasiswa menyoroti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan adanya saldo piutang uang muka pengadaan barang/jasa di RSUD Bakhtiar Djafar sebesar Rp 5,3 miliar hingga akhir 2022. Dana ini merupakan uang muka pekerjaan selama tahun anggaran 2022.
Temuan ini, menurut Buckhori, menjadi indikasi kuat adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran rumah sakit.
Belum lagi masalah di lapangan: pasien yang ditolak, alat kesehatan rusak, hingga dugaan pembuangan limbah B3 tanpa pengolahan yang sesuai standar.
“Masalah ini tidak bisa didiamkan. Ini soal keadilan bagi masyarakat kecil yang butuh layanan kesehatan. Kami tidak mau persoalan ini tenggelam begitu saja di balik meja birokrasi,” tambahnya.
Empat Tuntutan Mahasiswa: Jangan Biarkan Masalah Ini Mengendap
Dalam aksi itu, Forum BEM Pemerhati Keadilan Sumut menyampaikan empat tuntutan tegas:
Mendesak Walikota Medan mencopot Direktur RSUD Bachtiar Djafar karena dinilai gagal menjalankan manajemen profesional dan beretika.
Mendesak Dinas Kesehatan Medan segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk memeriksa langsung kondisi fasilitas, alat kesehatan, dan pelayanan rumah sakit.
Mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut dugaan penyimpangan dana pengadaan barang, jasa, dan obat-obatan di rumah sakit secara transparan.
Mendesak Dinas Lingkungan Hidup melakukan audit lingkungan terkait dugaan pembuangan limbah B3 ilegal yang mengancam kesehatan publik.
Aksi berlangsung sekitar satu jam, dari pukul 11.30 hingga 12.30 WIB, ditutup dengan mahasiswa meminta perwakilan Dinas Kesehatan menandatangani konsekuensi atas pernyataan resmi yang mereka layangkan.
Tak berhenti di sana, rombongan mahasiswa kemudian bergerak ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Usai menyampaikan orasi singkat, mereka langsung menyerahkan laporan pengaduan resmi ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejatisu.
Laporan ini diterima dengan pengawalan dari pihak keamanan dalam (Kamdal) dan perwakilan Penkum Kejatisu, Monang Sitohang.
Arya LM Sinurat menegaskan, “Kami akan terus mengawal kasus ini. Jangan sampai ada praktik penyimpangan yang lolos dari jerat hukum. Negara harus hadir, dan kami mahasiswa tidak akan diam,"ujarnya.
Isu yang diangkat Forum BEM Pemerhati Keadilan Sumut bukan hanya soal internal rumah sakit, tetapi soal kepentingan publik yang lebih luas.
Pelayanan kesehatan yang buruk adalah potret nyata dari rapuhnya sistem pemerintahan daerah dalam menjamin hak dasar rakyat.
Temuan BPK bukan sekadar angka; di baliknya ada potensi kerugian negara yang bisa berdampak langsung pada nyawa masyarakat.
Dengan aksi ini, mahasiswa ingin memastikan bahwa suara rakyat kecil tidak sekadar terdengar di jalanan, tetapi benar-benar sampai ke telinga para pemegang kekuasaan. (Rel/And)